Februari. Orang bilang bulan ini adalah bulan penuh cinta. Tapi kataku, tidak. Ku rasa bulan ini penuh air, telur, dan tepung. Mengapa? Karena di bulan inilah beberapa teman sekelasku memperingati hari jadinya yang ke-20. Lima dari 30 teman sekelasku merayakan hari ulang tahunnya di bulan ini dan 4 diantaranya menginjak usia genap 20 tahun. Uniknya lagi hari kelahiran kelima temanku ini saling berdekatan. Tanggal 1, 3, 7, 10, dan 11 di bulan yang tak kalah uniknya ini.
Sehubungan dengan itu semua, maka kami merencanakan ‘sesuatu’ khusus mereka yang berulang tahun di bulan Februari dan tinggal di Sungai Bambu. Mereka adalah illy (bukan nama sebenarnya) yang ulang tahunnya tepat pada tanggal 1, imemz (nama samaran) pada tanggal 7, dan pundut (nama disamarkan) pada tanggal 11. Lantas bagaimana dengan 2 orang yang lain? Berhubung rumah mereka jauh, maka kami berinisiatif untuk tidak (atau belum) memberikan ‘sesuatu’ tersebut.
Apakah sesuatu tersebut? Dan sebenarnya siapakah kami? Mungkin itu yang terlintas dalam benak kalian ketika membaca tulisan ini. Baiklah, mari kita kaji satu persatu.
Sesuatu ini pasti sudah bisa ditebak. Apalagi diatas sudah dideklar tentang air, telur, dan tepung. Tak jauh-jauh dari itu. Kami, kami terdiri dari beberapa 6 mahasiswi cantik dan 3 mahasiswa (agak) ganteng ditambah 1 dalang/otak dari ini semua. Adapun dalang tersebut adalah pundut. Sudah cukup jelas, mari kita rangkai cerita ini.
Rabu. Hari ini tanggal 1 Februari 2012, hari ulang tahun Teung (nama samara dari tokoh illy). Pagi hari berangkat ke kampus. Tak ada yang istimewa. Semua berjalan seperti biasanya. Terdengar sesekali ucapan “Selamat Ulang Tahun” untuk cowok yang baru saja berkepala dua ini.
Hari ini pula, kami, warga 406 tidak memiliki jadwal sidang di kampus. Itu artinya, kami bebas melakukan apa saja, termasuk tidak berangkat kuliah. Namun, bukan warga 406 kalau tidak datang ke kampus hari ini karena Kamis esok hari kami akan menghadapi sidang PRG 4 dan PRG 5 bagi empat kelompok pertama. Hari ini, sebagian dari kami mengerjakan PRG 4 sebagai persiapan besok sidang. Aku diantaranya. Berhubung meja kerjaku sedang dipakai oleh kawanku yang lain, maka aku pun menggunakan meja kerja kawanku yang lain (pula). Namun, tak lebih dari setengah jam, aku memutuskan menghentikan pekerjaanku. Bukan tak nyaman dengan meja kerjanya tapi lebih kepada suhu di ruangan. Ku tak tahu persis berapa derajat celcius suhu 406 saat itu, namun cukup bisa mengusir ku untuk keluar dari ruangan yang tak pernah sepi itu. Aku memutuskan mengerjakan di luar kelas bersama Intens (bagian dari cerita ini), yang kemudian disusul oleh imemz dan si Teung. Kami mengerjakan bersama-sama hingga secara perlahan terciptalah cerita tentang sesuatu ini.
Kami asyik mengerjakan PRG 4 dan tak lupa diselingi canda tawa dan sedikit curcol ‘curhat colongan’. Sesuatu itu belum terpikirkan saat Intens (yang ternyata salah satu dari 6 mahasiswi cantik) memanggil namaku ketika ia berada di ambang pintu 406 sambil membawa kotak makan Acep (laptop kesayanganku).
“Dompet illy ada disini!” katanya.
Aku mengerti. Aku langsung menuju ke arah tas pundut berada karena ia adalah dalang dari cerita ini. Ku tahu itu dari intens. Tak lama ku mencari tas pundut dan tak lama pula aku menaruh kotak-makan-Acep-yang-berisi-dompet-illy ke dalam tas. Well, semua berjalan lancar.
Jam makan siang tiba. Aku makan bersama intens dan teman-teman yang lain. Di saat itulah, illy mulai sadar kalau dompetnya telah raib. Mungkin tertinggal di kos, batinnya ditambah celotehan dari kami. Ia pun mengiyakan. Hingga sore tiba.
Saatnya bagi kami menunaikan sholat ashar. Aku bersama pundut mulai menyusun rencana sekeluarnya kami dari mushola. Menyusun scenario dan mulai membagi tugas.
Target kita bukan hanya illy seorang, namun juga imemz. Mengapa? Karena jika hari ini kita memberikan ‘sesuatu’ kepada illy, maka di tanggal 7 maka imemz akan mengetahui bahwa ia juga akan diberi ‘sesuatu’ yang sama.
Baiklah. Rencana sudah disusun. Kini saatnya kami berkumpul menyusun strategi. Dan beginilah rencana kami…
Besok adalah sidang PRG 4. Kebanyakan dari kami belum mengerti benar tentang apa sebenarnya yang kami kerjakan di project kami. Oleh sebab itu, kami berinisiatif untuk belajar bersama di kami (6 mahasiswi cantik) karena kosan kami memang dikenal sebagai basecamp untuk acara-acara yang sifatnya ‘kebersamaan’. Nah, oleh sebab itu, kami akan memberikan sesuatu tersebut ketika illy dan imemz tepat sampai di kosanku.
Kami pun membagi tugas siapa yang akan membeli tepung, telur, dan tak lupa kue ulang tahun. Terpilihlah Lia sebagai pengemban amanah ini. Dan sebelum Lia menjalankan aksinya, aku sedikit bercakap-cakap dengan Lia dan Andun. Percakapan ini hanya kami bertiga yang mengetahui (tentu saja Alloh Mengetahui).
“Jangan lupa, di kue ulang tahunnya, nanti ditulis illy, imemz, pundut, oke?” demikianlah inti dari percakapan tersebut.
Malam pun tiba. Saatnya kami pulang dari kampus menuju kosan tercinta. Aku dan intens pulang bersama Ova (motor intens), sementara ke-4 mahasiswa cantik plus sang dalang sudah berada di lokasi eksekusi. Mereka belum mempersiapkan apa-apa sebelum aku bersama intens tiba. Sementara itu, sang target masih makan di warteg.
Di tengah keasyikanku dan intens membaca novel baru kami, pundut tiba-tiba datang menemui kami dan berkata, “Kok ada nama gue sih?”
“Tak tau. Beneran kami tak tau.” Jawab kami polos.
“Ya udah deh, nggak papa. Udah sampai dimana target?” Tanya pundut. Sementara itu tangannya terampil membuat adonan air + telur + sedikit tepung.
Pundut terlihat sibuk. Aku dengan satu buah telur di tanganku menuju kamar Lia, tempat kue ultah itu bersarang. Sesampainya disana, Lia cukup kaget karena pundut masuk ketika ia sedang sholat. Otomatis pundut tahu namanya disematkan di atas kue itu. Ku letakkan satu telur yang ku bawa di samping kue itu, untuk jaga-jaga.
Target tiba tanpa aba-aba. Mereka datang tanpa sepengetahuan kami. Beruntung sesuatu itu telah siap sedia di depan gerbang. Hanya tinggal waktu yang menentukan kapan eksekusi itu akan dijalankan.
“Pulang dulu yuk, mir.” Ajak illy ke Amir (salah satu dari 3 mahasiswa (agak) ganteng).
“Mau pulang dulu?” tanyaku yang menyambut kedatangan mereka. “Ya, udah pake motornya intens aja” kataku sambil menunjuk Ova yang terparkirkan tepat di depan gerbang. “Sini, tasnya ditaruh sini aja.” Kataku (lagi) sambil membawa ta silly dan amir.
Aku membawa tas mereka ke dalam kamar. Sekalian mengambil kunci Ova. Sementara itu, Gunce dan Jance (dua eksekutor kita (yang namanya telah disamarkan)) sudah masuk ke dalam gerbang menyiapkan perbekalan.
Pintu gerbang dibuka. Aku menyerahkan kunci Ova ke Illy. Semua perbekalan itu tak terlihat. Tertutupi oleh pundut yang berdiri di ambang gerbang. Illy mulai mendekati Ova. Semakin dekat pula sesuatu itu akan diberikan. Dan saatnya pun tiba.
Pyarrr…
Sebuah telur mendarat di muka illy. Entah siapa yang melakukannya. Aku tak terlalu memperhatikan. Yang ku tahu hanya semangkuk tepung yang ada di tanganku. Sebagai senjata dan juga sebagai pelindung diri dari serangan.
Serangan tepung pun dimulai. Dari berbagai arah. Aku pun meluncurkan senjataku. Sekenanya.
Pyarr….
Satu telur kembali melayang. Entah kini giliran siapa. Yang ku tahu tiba-tiba sebuah tangan berlumuran telur mendarat di mukaku. Hyakkssss….
Aku lari menyisakan taburan tepung dari mangkuk yang ku bawa. Sungguh menjijikan. Dan di saat itu pula…
Pyarrr…
Kali ini Gunce menjalankan tugasnya dengan baik. Sebuah telur mendarat di kepala pundut diikuti taburan tepung yang menyisakan bekas di kepalanya. Sunggu tragis hidup ini, tapi begini lah kehidupan.
Ku lihat keadaan sekitar. Ku lihat illy tengah membersihkan mukanya yang sudah dibalut dengan adonan buatan pundut. Imemz, tak ku lihat telur mendarat di wajahnya, hanya menyisakan rambutnya yang putih terkena serangan tepung. Dan satu lagi, pundut. Ia terlihat mual dengan bau dirinya sendiri.
Masih menyisakan satu telur di tangan Gunce. Satu telur yang akan dilayangkan pundut. Tapi, demi melihat pundut yang mual, maka telur itu pun melayang ke …
Bukan aku, tentu saja. Telur itu mendarat tepat di kepala Amir, salah satu eksekutor yang justru (tidak sengaja) menjadi korban.
Dan beginilah selanjutnya, hingga senjata kami semua habis. Tiba saatnya kue itu datang. Kue yang selanjutnya justru menjadi senjata, khususnya kami yang masih bersih.
Setelah menyanyikan lagu “ulang tahun” kini tiba saatnya potong kue. Bergiliran, dimulai dari illy, imemz, dan pundut. Kue itu pun kini benar-benar menjadi senjata, walau tak semuanya.
Saatnya bersih-bersih. Saatnya membersihkan diri sendiri dan juga tempat eksekusi. Aku ke dalam, mengambil sebuah ember berisi air dan kain lain. Sengaja mengambil peralatan untuk membersihkan Ova yang juga menjadi korban.
Aku terhenti di depan gerbang. Suara itu. Suara itu amat ku kenal. Nadanya tinggi, sedikit penuh amarah. Aku terduduk di samping Jance.
“Boss, ada ibu kos, serem… yang diluar siapa?” kataku kepada Boss O (nama samaran dari tokoh Jance).
“Illy, imemz, sama Amir. Serem kenapa?”
“Ibu kos lagi marah-marah, boss, aku nggak mau keluar ah, takut di marahi. He.he” kataku sambil ketawa ketir.
Kalau begini ibu kan jadi malu sama tetangga-tetangga.
Sepotong kalimat itu terdengar di telingaku. Aku yang masih ketakutan dengan kedatangan ibu kos, hanya bisa mendengarkan dari dalam, tak berani keluar. Sebenarnya aku kasihan mengetahui illy, imemz, dan amir yang menjadi korban dari kemarahan ibu kos. Apa lagi amir, yang menjadi korban (bukan target) dari cerita ini.
Ku menunggu ibu kos beralih ke rumah sebelah. Aku tak berani keluar. Aku hanya mengambil seember air bersih untuk ketiga temanku (yang menjadi korban amarah ibu kos) yang belum sempat membersihkan diri.
Setelah semua bersih. Semua bubar ke rumah (kosan) masing-masing.
Kami seakan melupakan sidang esok hari. Niat awal untuk belajar bersama akhirnya berakhir dengan kekacauan, meninggalkan bekas tepung di jalan.
Tak ingin bersikap bodoh dengan tidak mempersiapkan apa-apa untuk sidang besok, maka aku dan teman sekosanku mulai membuka laptop, mulai belajar. Para lelaki-lelaki yang awalnya datang untuk belajar itu mengurungkan niatnya untuk kembali ke kosanku, belajar bersama. Kata mereka, tak enak dengan ibu kos.
Malam itu, project telah terselesaikan. Tinggal men-deploy dan mempelajarinya. Berbekal ilmu deploy yang masih amatiran, kami gagal melaksanakannya.
Akhirnya, walau sudah pukul 22.00 WIB, kami mengundang Amir untuk membantu kami. Tak berapa lama kemudian, ia datang, bersama illy.
Mencoba mencari apa yang salah dari proses deploy yang kami lakukan. Tak juga ditemukan. Akhirnya kami membuat kesepakatan untuk tidak melakukan deploy sekelas. Masalah kelar. Namun, masalah tetap saja hadir ketika SMS itu datang.
Mbak, tolong teman-teman cowoknya disuruh pulang, sudah jam 11, padahal batas bertamu hanya jam 10.
Inti dari sms itu demikian. Baiklah, tanpa ba.bi.bu lagi kedua cowok itu menghilang di tengah gelapnya malam.
Selesai. Ingin ku akhiri cerita malam ini. Namun, agaknya belum seutuhnya karena sebuah sms dari illy terselip di inbox-ku. Dompetku dimana?
0 komentar:
Posting Komentar