14 Februari 2012
Saat ini aku menulis di kertas, benar-benar kertas dengan sebuah pena bertinta hitam (walau mungkin suatu hari nanti akan terposting di blog). Aku berasa menulis diary, menorehkan hitam di atas putih menceritakan kejadian/peristiwa hari ini.
Diary. Aku suka diary. Sebuah buku kecil sederhana yang menggambarkan perjalanan hidup kita. Sungguh manis. Aku suka tulisan-tulisan pada diary. Namun, entah mengapa aku tak suka menulis buku diary. Aku tertarik dengan diary-diary yang terpajang di toko buku. Aku senang ketika aku mendapat kado diary di ulang tahunku. Namun sayangnya aku tak suka menulisinya. Diaryku tak ada yang penuh. Mungkin:
1. Tulisanku jelek (dalam arti yang sesungguhnya)
2. Tulis tangan membuatku capek dan menguras tenaga dan bahkan jari-jari sulit digerakkan (lebay)
3. Takut kalau diaryku dicuri orang lalu dibaca dan orang tersebut tertawa terbahak-bahak di depanku.
Terlepas dari diterima atau tidaknya alasan-alasan tersebut, aku suka menulis, tapi bukan menulis diary. Lantas? Ingin sekali aku mendokumentasikan tiap kisah dari hidupku ke dalam lembaran-lembaran. Namun alasan-alasan di atas membuatku hanya bisa menyimpannya di pikiran saja. Hingga Acep muncul dalam kehadiranku…
18 April 2010. Itulah awal kebersamaanku dengan Acep, sebuah laptop yang ku beli tepat 3 hari setelah UAS selesai. Di hari ke-berapa aku bersama aku bersama Acep, aku berniat pada diriku sendiri untuk mendokumentasikan setiap kejadian ke dalam file berekstensi .doc. Apalagi saat itu tengah maraknya sinetron “Angel Diary”.
Aku pun mulai menulis. Aku mulai menulis ketika aku memulai kehidupan di Jakarta. Kalau tak salah sekitar tanggal 31 Agustus 2010. Kenapa aku tak menulis ketika aku memiliki Acep? Mengapa menulis ketika di Jakarta? Apa menunggu moment yang tepat? Apakah muncul pertanyaan seperti itu? Mungkin jawaban dari itu semua seperti berikut ini:
1. Selama masa penantian menuju Jakarta tak ada kisah yang menarik
2. Takut dibaca adikku (yang sering pinjam laptop untuk nggame)
Ya, semoga saja jawaban tersebut memuaskan. Kalau tidak, mari kita lanjutkan…
31 Agustus 2010. Aku mulai menulis. Pengalaman pertama di kampus, bertemu dengan teman-teman yang berbeda daerah. Begitu menyenangkan. Namun, hal tersebut tak bertahan lama karena aku dikenalkan dengan sesuatu yang bernama ‘blog’.
Aku berhenti menulis di kalimat tersebut. Lantas mengambil Acep sekedar untuk melihat tulisan-tulisan lamaku. Dan benar saja, aku mulai bercerita sejak tanggal 30 Agustus 2010. Kau tahu, tulisanku saat itu dan saat bulan September menggunakan bahasa inggris. Kenapa? Karena sewaktu SMA aku yang tak pernah bercerita pada diary, hanya bisa menulis semua kisahku di note HPku dan dengan menggunakan bahasa inggris. Kenapa bahasa inggris karena ternyata memiliki dampak pada nilai bahasa inggrisku yang meningkat dikarenakan menulis dengan bahasa inggris sama halnya meningkatkan kemampuan writing kita. Dan mengingat itu semua mengingatkan ku pada note-note yang saat ini sudah hilang, ku hapus ketika ku ganti HP.
Walau tak mengingat semuanya, aku ingat beberapa hal yang ku tulis. Kesedihanku tak bisa ikut ‘study tour’ mengunjungi situs-situs sejarah dikarenakan harus mengikuti pra-Olimpiade tingkat kabupaten. Aku juga ingat kesenanganku ketika melihat dengan MA3 (atau MA3D atau MAA3), aku sedikit lupa mengenai initialnya. Tapi yang jelas MA3 ini adalah sosok yang tak begitu tampan, namun ia punya ‘sesuatu’ yang membuatku merasa senang melihatnya. Aku senang ketika aku keluar dari kelas (yang lebih mirip akuarium), aku melihatnya duduk di depan mushola. (Kelas X-1 dulu berhadapan dengan mushola sekolah). Aku senang melihatnya ketika mengikuti ekstrakurikuler PMR. Dan yang selalu ku ingat ketika aku melihat MA3 tersenyum (dan tertawa) saat aku bersama regu pramuka ku mempromosikan sebuah produk peninggi badan di pos terakhir. Promosi itu memang konyol, aneh. Aku juga senang ketika aku bisa seangkot dengan MA3 walau mulut ini selalu membungkam, tak berani tuk menyapa. Kesenangan itu hanya sebentar karena MA3 harus keluar dari sekolah. Jatahnya di SMA memang hanya 3 tahun, sama dengan yang lainnya.
Berhenti menulis tentangnya bukan berarti aku menghentikan menulis note-note berbahasa inggris itu. Tulisanku saat itu terdominasi oleh persaingan nilai-nilai di kelasku. Aku dulu selalu membandingkan nilai yang ku peroleh dengan temanku yang lain agar ketika nilaiku berada di bawah nilai mereka aku langsung melakukan gerakan (baca: belajar) sehingga lain waktu nilaiku lebih tinggi. Andaikan semangat itu ku miliki saat ini. Sayangnya, kuliah dengan SMA berbeda. Ketika SMA setiap nilai ulangan pasti dibagikan. Ketika nilaiku jelek maka aku berusaha lebih keras sehingga ulangan berikutnya nilaiku bagus. Namun, ketika kuliah, nilai apapun itu (kuis dan UTS) tidak pernah berbentuk. Bagaimana aku mengukur kemampuanku? Tak ada semangat memperbaiki karena memang tak ada pemicu untuk memperbaikinya. Persaingan nilai tak terlihat. Hingga tiba-tiba nilai akhir dikeluarkan dan hasilnya pun, (menelan ludah) cukup mengecewakan. Apa itu semua yang membuatku kini selalu tak bersemangat. Tak ada persaingan yang terlihat mencolok.
Beralih ke blog. Bulan Oktober 2010 aku resmi bergabung di blog. Hari-hari menjadi mahasiswa MI membuatku selalu berinteraksi dan bertatap muka dengan computer, tentu saja dengan fasilitas internet yang sesekali mengalami gangguan. Tak semua situs dapat dikunjungi karena sang admin telah men-setting sedemikian rupa sehingga (jadi ingat matematika) hanya situs-situs tertentu yang dapat diakses. Beruntung karena www.blogger.com bukan termasuk situs yang dimatikan. Aku tak tahu entah mengapa aku kepikiran membuat blog. Dan ketika membuat blog yang ku beri nama Wamubutabi aku pun bingung apa yang harus ku tulis. Aku pun memposting cerpen-cerpen karyaku. Cerpen yang awalnya hanya bersemayam di flashdisk kini telah menemukan tempat yang nyaman.
Akan tetapi, keinginan untuk mendokumentasikan tiap petualanganku muncul kembali. Oleh karena itu, aku lahirkan Buku Harian Meonk.
0 komentar:
Posting Komentar