23 September 2010
Demikianlah tanggal yang terbaca saat ku bersama ke-30 saudaraku membuka amplop yang kami tulis setahun yang lalu. Surat dari dan untuk diri sendiri itu kami tulis di D’Jungle, tempat dimana kami memulai persaudaraan ini. Belum tepat setahun memang, namun sudah saatnya surat itu kembali ke tangan kita masing-masing.
Surat yangberisi komitmen dan usaha untuk mencapai komitmen itu mengingatkan kita akan apa yang sudah kita lakukan untuk komitmen tersebut.
Surat itu benar-benar menampar kami, tak terkecuali aku. Bukan, bukan karena komitmenku yang tidak tercapai. Aku hanya menuliskan 1 komitmen yaitu IP yang harus aku capai. Beruntungnya aku karena komitmen itu bisa terealisasikan. Tahukah kalian mengapa surat itu seakaan menamparku?
Ku lihat sekitarku. Air mata itu perlahan membasahi wajah-wajah lelah mereka. Sebagian besar dari mereka belum bisa mencapai komitmen mereka, dalam hal ini masalah IP. Aku hanya tertegun mencoba menatap diriku sendiri. Selama ini aku tak benar-benar yakin akan kemampuan yang ditunjukkan oleh KHS yang ku terima awal April lalu. Memang hampir semua bernilai A. Namun, jika A tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk angka mungkin hanya mencapai 86. Sementara mereka-mereka yang IPnya di bawah ku bisa mentranformasikan nilai mereka ke nilai 97, sayang nya mereka kurang beruntung di satu dua mata kuliah. Dan sekali lagi aku bertanya, mengapa aku bisa tertampat oleh sepucuk surat tak bersuara itu?
Aku menargetkan IP di atas rata-rata dan beruntungnya aku, IP itu bisa ku raih. Yang menjadi permasalahan adalah ketika seseorang bertanya, “Bagaimana kau bisa memperoleh nilai sebagus itu sementara kau selalu menjawab tak bisa saat orang lain menanyakan sesuatu kepadamu?” Secara lugas begini, ketika seorang kawan datang meminta bantuan “Ajarin vektor dong!” dan terdengar jawaban, “Wah, aku kurang bisa menguasai materi itu, kemarin waktu Bu Nuri ngajar, aku malah ngbrol sendiri.”
Secara jujur dan meminta maaf, aku mengakui aku salah. Aku minta maaf karena aku lebih memikirkan diriku sendiri dari pada kalian-kalian. Aku masih mementingkan bagaimana aku, bukan KITA. Harusnya aku sadar B-B jauh lebih baik daripada A-C.
Maafkan aku kawan. Bukan karena aku tak ingin membantu, berulang kali aku mencoba menurunkan egoku, namun itu semua tak semudah menambahkan tanda titik (.) di akhir kalimat. Ditambah dengan raut mukaku yang terlihat seperti orang marah-marah saat menjelaskan suatu materi. Sungguh, itulah diriku, seperti itulah caraku menyampaikan sesuatu. Tak ada marah atau pun emosi. Maafkan aku jika itu membuat hati yang terluka.
Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku ingin kita tetap bersama, bertigapuluhsatu selama 3 tahun. mari kita saling bantu. Hilangkan segala rasa malu untuk bertanya, namun, bertanya pun ada sopansantunnya. Semoga kita tetap kompak dan komitmen kita bisa tercapai semua. Amin [for MI Family]
And specially for me,,
TURUNKAN EGO!!!
0 komentar:
Posting Komentar